Showing posts with label review film. Show all posts
Showing posts with label review film. Show all posts

Tuesday, February 16, 2010

REVIEW: A GLOBAL WARNING

Bumi telah bertambah panas. Hal ini berefek pada semua kehidupan yang berada di muka bumi. Perubahan iklim yang ekstrim menimbulkan banyak peristiwa terjadi di muka bumi. Khususnya yang berkaitan dengan cuaca. Mencairnya gletser di kutub utara hingga mencapai titik terendah, tornado dan topan yang kerap melanda di berbagai wilayah, banjir di satu bagian dunia sementara kekeringan yang melanda bagian dunia yang lain telah menjadi hal yang normal terjadi belakangan ini. Cuaca sudah menjadi lebih liar dari sebelumnya dan cuaca yang ganjil telah dianggap sebagai suatu kenormalan bagi semua manusia. Yang paling dapat dirasakan adalah merebaknya isu kelaparan di negara-negara yang kekeringan.

Semua ahli berpendapat bahwa ini adalah kesalahan manusia. Manusia yang telah mengeluarkan terlalu banyak gas rumah kaca ke atmosfer dan memerangkap hawa panas di bumilah yang sebenarnya membuat iklim dan cuaca menjadi tidak stabil. Secara langsung hal ini menyebabkan naiknya suhu permukaan bumi.

Pembicaraan mengenai climate change mulai merebak sejak awal tahun 90-an. Saat itu manusia mulai menyadari bahwa alam telah memulai pembalasan dendamnya atas perbuatan manusia kepadanya selama ini. Isu ini bahkan telah menjadi salah satu agenda diskusi utama di sidang-sidang organisasi internasional, seperti pada sidang PBB. Istilah atas isu ini pun mulai muncul, dikenal dengan Global Warming (Pemanasan Global).

Untuk memprediksi apa yang akan terjadi di masa depan, para ilmuwan mulai merunut dari sejarah bumi. Mereka memiliki keyakinan bahwa dengan melihat pada sejarah iklim bumi yang kerap berubah, mereka akan menemukan pola iklim bumi yang diprediksi akan kembali berulang. 125.000 tahun yang lalu, bumi adalah planet yang dipenuhi oleh air. Ditenggelamkan oleh pencairan es. 50 juta tahun yang lalu, iklim bumi tidak menentu. 125 juta tahun yang lalu, terjadi letusan gunung berapi dimana-mana yang banyak melepaskan gas rumah kaca ke udara dan membunuh hampir seluruh spesies pada masa itu. Jika kita melihat lagi ke 650 juta tahun yang lalu, seluruh bumi ditutupi oleh es. Dikenal dengan sebutan ice age. Temperatur pada masa itu adalah 40 derajat Fahrenheit dibawah nol. Seluruh permukaan bumi membeku, para ilmuwan menyebut bumi sebagai snow ball earth.

Para ahli mempredikisi bahwa jika iklim tetap stabil, pada akhirnya akan terjadi ice age lagi di dunia ini. Bumi akan kembali menjadi snow ball dan siklus akan terus berlanjut seperti sebelumnya. Tetapi, hal sebaliknyalah yang terjadi pada masa sekarang, jumlah es yang menurun drastis menyebabkan bumi kesulitan untuk meredam panas. Akibatnya bumi akan kembali seperti masa 650 juta tahun yang lalu, tetapi bukan kebekuan yang mendunia, melainkan panas. Inilah yang disebut dengan global warming.

Hal ini persis seperti yang terjadi pada 125 juta tahun lalu, dimana terjadi peristiwa bencana bumi mengeluarkan jauh lebih banyak gas rumah kaca ke udara dan menyebabkan memanasnya bumi hingga 95% makhluk hidup di bumi musnah. Jika dibandingkan dengan masa sekarang, gas rumah kaca yang berada di atmosfer memang belum sebanyak pada masa itu, tetapi bila pengeluaran gas rumah kaca tidak dikurangi, maka kita akan sampai pada batas itu dan efeknya akan memusnahkan seluruh makhluk hidup.

Meningkatnya suhu global diperkirakan akan menyebabkan perubahan-perubahan yang lain seperti naiknya permukaan air laut, meningkatnya intensitas fenomena cuaca yang ekstrim, serta perubahan jumlah dan pola presipitasi. Akibat-akibat pemanasan global yang lain adalah terpengaruhnya hasil pertanian, hilangnya gletser, dan punahnya berbagai jenis hewan.

Beberapa hal-hal yang masih diragukan para ilmuwan adalah mengenai jumlah pemanasan yang diperkirakan akan terjadi di masa depan, dan bagaimana pemanasan serta perubahan-perubahan yang terjadi tersebut akan bervariasi dari satu daerah ke daerah yang lain. Hingga saat ini masih terjadi perdebatan politik dan publik di dunia mengenai apa, jika ada, tindakan yang harus dilakukan untuk mengurangi atau membalikkan pemanasan lebih lanjut atau untuk beradaptasi terhadap konsekuensi-konsekuensi yang ada. Sebagian besar pemerintahan negara-negara di dunia telah menandatangani dan meratifikasi Protokol Kyoto, yang mengarah pada pengurangan emisi gas rumah kaca.

REVIEW: THE GREAT GLOBAL WARMING SWINDLE

Tidak semua ilmuwan setuju tentang keadaan dan akibat dari pemanasan global. Beberapa pengamat masih mempertanyakan apakah temperatur benar-benar meningkat. Yang lainnya mengakui perubahan yang telah terjadi tetapi tetap membantah bahwa masih terlalu dini untuk membuat prediksi tentang keadaan di masa depan. Kritikan seperti ini juga dapat membantah bukti-bukti yang menunjukkan kontribusi manusia terhadap pemanasan global dengan berargumen bahwa siklus alami dapat juga meningkatkan temperatur. Mereka juga menunjukkan fakta-fakta bahwa pemanasan berkelanjutan dapat menguntungkan di beberapa daerah.

Para ilmuwan yang mempertanyakan pemanasan global cenderung menunjukkan tiga perbedaan yang masih dipertanyakan antara prediksi model pemanasan global dengan perilaku sebenarnya yang terjadi pada iklim. Pertama, pemanasan cenderung berhenti selama tiga dekade pada pertengahan abad ke-20, bahkan ada masa pendinginan sebelum naik kembali pada tahun 1970-an. Kedua, jumlah total pemanasan selama abad ke-20 hanya separuh dari yang diprediksi oleh model. Ketiga, troposfer, lapisan atmosfer terendah, tidak memanas secepat prediksi model. Akan tetapi, pendukung adanya pemanasan global yakin dapat menjawab dua dari tiga pertanyaan tersebut.

Kurangnya pemanasan pada pertengahan abad disebabkan oleh besarnya polusi udara yang menyebarkan partikulat-partikulat, terutama sulfat, ke atmosfer. Partikulat ini, juga dikenal sebagai aerosol, memantulkan sebagian sinar matahari kembali ke angkasa luar. Pemanasan berkelanjutan akhirnya mengatasi efek ini, sebagian lagi karena adanya kontrol terhadap polusi yang menyebabkan udara menjadi lebih bersih.

Keadaan pemanasan global sejak 1900 yang ternyata tidak seperti yang diprediksi disebabkan penyerapan panas secara besar oleh lautan. Para ilmuan telah lama memprediksi hal ini tetapi tidak memiliki cukup data untuk membuktikannya. Pada tahun 2000, U.S. National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA) memberikan hasil analisa baru tentang temperatur air yang diukur oleh para pengamat di seluruh dunia selama 50 tahun terakhir. Hasil pengukuran tersebut memperlihatkan adanya kecenderungan pemanasan: temperatur laut dunia pada tahun 1998 lebih tinggi 0,2 derajat Celsius (0,3 derajat Fahrenheit) daripada temperatur rata-rata 50 tahun terakhir, ada sedikit perubahan tetapi cukup berarti.

Pertanyaan ketiga masih membingungkan. Satelit mendeteksi lebih sedikit pemanasan di troposfer dibandingkan prediksi model. Menurut beberapa kritikus, pembacaan atmosfer tersebut benar, sedangkan pengukuran atmosfer dari permukaan Bumi tidak dapat dipercaya. Pada bulan Januari 2000, sebuah panel yang ditunjuk oleh National Academy of Sciences untuk membahas masalah ini mengakui bahwa pemanasan permukaan Bumi tidak dapat diragukan lagi. Akan tetapi, pengukuran troposfer yang lebih rendah dari prediksi model tidak dapat dijelaskan secara jelas.